Radio Sunnah

Monday, April 4, 2011

التخويف من النار والتعريف حال دار البوار : PERINGATAN DAN ANCAMAN TERHADAP NERAKA


Allah Taala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya ialah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak menderhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(al-Tahriim 66:6)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (al-Baqarah 2:24)

Allah Taala berfirman:
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Ali Imran3:131)

Allah Taala berfirman:
“Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.” (al-Lail 92:14)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah menakutkan hamba-hambaNya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepadaKu hai hamba-hambaKu.”(al-Zumar 39:16)

Allah Taala berfirman:
“Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlaku, dan subuh apabila mulai terang. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia (iaitu) bagi sesiapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur.”(al-Mudaththir 74:31-3)

Al-Hasan memberi komentar tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sebagai ancaman bagi manusia”, beliau berkata, “Allah tidak mengancam hamba-hambaNya dengan sesuatu apapun yang lebih bijaksana dari ayat ini.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Qatadah berkata mengenai firman Allah Taala: “Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar,” ertinya adalah neraka.
Sammak Ibnu Harb berkata: “Aku telah mendengar dari al-Nu’man Ibnu Basyir berkata ketika berkhutbah: Aku mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam khutbahnya: “Aku memberi peringatan kepada kamu terhadap neraka, aku memberi peringatan kepada kamu terhadap neraka.” Sehinggakan kalau ada orang sedang berada di pasar ketika itu, pasti dia akan dapat mendengarnya dari tempatku berdiri di sini. Sampai khamiishah (kain yang ditulis dengan sutera) yang pada mulanya berada di bahu Nabi, jatuh di kaki baginda.” Riwayat Imam Ahmad.

Dalam riwayat lain yang juga masih dari Sammak Ibnu Harb, dari al-Nu’man Ibnu Basyir berkata: Rasulullah bersabda: “Aku memberi peringatan kepada kamu terhadap neraka, aku memberi peringatan kepada kamu terhadap neraka.” Sehingga kalau sekiranya ada seorang lelaki berada di hujung pasar, pasti dia akan mendengarnya. Begitu juga dengan orang-orang yang berada di pasar (pasti) akan mendengar suara baginda yang pada waktu itu sedang berdiri di atas mimbar.

Dalam riwayat lain yang bersumber dari Sammak berkata: Aku telah mendengar al-Nu’man berkhutbah dan dia memakai khamiishah, katanya: “Demi Allah, sungguh aku telah mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku memberi peringatan kepada kamu terhadap neraka, aku memberi peringatan kepada kamu terhadap neraka.” Seandainya ada seseorang yang sedang berada ‘di sini atau di situ’ pasti dia akan dapat mendengar suara baginda.

Dari ‘Adi Ibnu Hatim berkata: Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Takutlah kamu semua kepada neraka.” ‘Adi berkata: Dan Nabi memalingkan mukanya kemudian bersabda: “Takutlah kamu semua kepada neraka.” Baginda berpaling tiga kali dan bersabda lagi: “Takutlah kamu semua kepada neraka walaupun dengan sebiji kurma. Sesiapa yang tidak memilikinya maka hendaklah dengan perkataan yang baik.” Diriwayatkan di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.

Al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadith dengan sanad yang mengandungi perawi majhuul (tidak diketahui identitinya), dari Anas, dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai sekalian umat Islam, cintailah oleh kamu suatu perbuatan yang kamu akan disukai oleh Allah (kerana perbuatan tersebut). Hindari dan takutlah pada suatu perbuatan yang telah Allah khabarkan tentang azab dan seksanya. (Dan takutlah kamu) terhadap neraka Jahanam. Kerana sesungguhnya, seandainya ada titisan dari syurga bersama kamu di dunia yang kamu duduki ini, pasti ia akan menghiasinya untuk kamu. Dan seumpama ada titisan dari neraka bersama kamu di dunia yang kamu huni sekarang ini, pasti ia akan memburukkan (kehidupan) kamu.”

Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah, Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan aku dengan umatku adalah seperti seorang lelaki yang menyalakan api. Lantas binatang-binatang melata dan nyamuk mulai mendatangi api tersebut. Maka (ketika) aku memegang tali pinggang kamu dari api tersebut, kamu tetap memasukinya.”

Di dalam riwayat Muslim disebutkan dengan keterangan berikut:
“Perumpamaanku (dengan umatku) adalah seperti seorang lelaki menyalakan api. Ketika api itu menerangi daerah sekelilingnya, (maka) nyamuk dan binatang-binatang melata mulai mendatangi api tersebut. Lelaki tersebut berusaha untuk menghalangnya. Namun kesemuanya mengalahkan lelaki tersebut sehingga (semua) masuk ke dalam api tersebut.” Baginda bersabda: “Hal itu sebenarnya adalah perumpamaan aku dengan kamu. Aku memegang tali pinggang kamu dari neraka. (Aku berseru) jauhkanlah diri kamu dari neraka, jauhkanlah diri kamu dari neraka. Namun kamu semua tidak menghiraukan aku dan (akhirnya) masuk ke dalam api tersebut.”

Manakala dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan:
“Perumpamaanku dengan kamu, wahai umat(ku), adalah seperti seorang lelaki yang menyalakan api pada malam hari. Lantas nyamuk dan binatang-binatang melata yang (suka) mengerumuni api mulai mendekatinya. Semuanya merayap dan tidak menghiraukan lelaki tersebut, sehingga masuk ke dalam api. Sedangkan aku memegang tali pinggang kamu sambil menyeru kepada kepada kamu untuk menuju syurga. (Namun) kamu tidak menghiraukan aku dan (akhirnya) masuk dalam neraka.”

Imam Ahmad juga meriwayatkan dari hadith Ibnu Mas’ud dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mengharamkan sesuatu keharaman pun kecuali telah mengetahui bahawa akan ada (salah seorang) dari kamu yang akan melanggarnya. Ingatlah, sesungguhnya aku memegang tali pinggang kamu (kerana) kamu berterbangan ke dalam api seperti nyamuk dan binatang-binatang melata.”

Al-Bazzar dan al-Thabarani meriwayatkan dari hadith Ibnu Abbas, dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku memegang tali pinggang kamu, oleh kerana itu, takutlah kamu kepada neraka. Takutlah kamu kepada neraka, takutlah kamu kepada hudud (hukuman). (Akan tetapi) jika aku telah meninggal dunia, kamu meninggalkan (ajaranku). Sedangkan aku orang yang paling awal tiba di haud (Telaga Kauthar). Sesiapa yang tiba di telaga tersebut maka dialah orang yang berbahagia. Lantas didatangkan beberapa kaum yang menerima buku amal perbuatan mereka dengan tangan kiri. Lantas aku berkata: “Wahai Tuhanku, umatku?” Allah berfirman: “Sesungguhnya mereka selalu melakukan kemurtadan setelahmu.”

Di dalam sebuah riwayat al-Bazzar disebutkan: “Dan aku (Rasulullah) memegang tali pinggang kalian dan berkata: “Takutlah kalian kepada neraka, takutlah kalian kepada huduud; takutlah kalian kepada neraka, takutlah kalian kepada huduud; takutlah kalian kepada neraka, takutlah kalian kepada huduud.” (Rasulullah mengulang tiga kali). Dan al-Bazzar menyebutkan lanjutan hadith tersebut.

Disebutkan daam kitab Sahih Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu katanya: Ketika turun ayat, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (al-Syu’ara 26: 214), Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam memanggil orang-orang Quraisy, lantas mereka pun berkumpul. Baginda menyeru secara umum mahupun secara khusus dengan bersabda:

“Wahai Bani Ka’ab bin Lu’aiy, selamatkan jiwa-jiwa kamu dari api neraka. Wahai Bani Murrah ibnu Ka’ab, selamatkan jiwa-jiwa kamu dari api neraka. Wahai Bani ‘Abd Syams, selamatkan jiwa-jiwa kalian dari api neraka. Wahai Bani ‘Abdul Muthalib, selamatkan jiwa-jiwa kamu dari api neraka. Wahai Fatimah binti Muhammad, selamatkanlah jiwamu dari api neraka. Kerana sesungguhnya aku tidak memiliki apa-apa pun untuk kamu (yang berasal) dari Allah.”

Al-Thabari dan perawi lain meriwayatkan dari jalan Ya’la ibnu al-Asydaq, dari Kulaib ibnu Huzn berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Carilah syurga dengan bersungguh-sungguh. Dan jauhilah neraka dengan bersungguh-sungguh. Kerana sesungguhnya pencari syurga tidak pernah tidur dan sesungguhnya orang yang lari dari neraka tidak pernah tidur. Dan sesungguhnya akhirat itu dikelilingi dengan hak-hak yang tidak disenangi. Sedangkan dunia dikelilingi dengan hal-hal yang lazat dan syahwat. Oleh kerana itu, janganlah kenikmatan itu melalaikan kamu dari akhirat.” Hadith ini juga diriwayatkan dari Ya’la ibnu al-Asydaq, dari Abdillah ibnu Jarrad, dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan hadith-hadith yang diriwayatkan oleh Ya’la ibnu al-Asydaq adalah batil dan munkar.

Al-Tirmizi meriwayatkan dari hadith Yahya ibnu Abdullah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku tidak melihat orang yang lari dari neraka itu tidur dan orang mencari syurga itu tidur.” Sedangkan Yahya di sini dianggap lemah oleh para perawi lain. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan keterangan yang berbeza yang lebih baik berbanding hadith ini dari Abu Hurairah. al-Thabarani dan yang lain meriwayatkan dengan sanad yang masih dibincangkan keabsahannya. Sanad tersebut bersumber dari Anas, dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu ‘Adi juga meriwayatkan dengan sanad dha’if dari Umar Radhiallahu ‘anhu dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam.

Yusuf ibnu ‘Athiyyah menyebutkan sebuah riwayat dari al-Ma’la ibnu Ziyad: Pada suatu malam, Haram ibnu Hayyan keluar dan menyeru dengan suara yang lantang: “Aku terpesona dengan syurga, bagaimana orang yang mencarinya boleh tidur? Aku juga berfikir tentang neraka, bagaimana orang yang lari darinya boleh tidur?” Kemudian dia membaca ayat al-Quran:

“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu berasa aman dari kedatangan seksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?”(al-A’raf 7:97)
Abu al-Jauza’ berkata: “Sekiranya aku diberi amanah untuk memimpin umat maka akan aku dirikan menara di tepi jalan. Dan aku akan menyuruh beberapa orang agar menyeru kepada umat: “Neraka!! Neraka!!”

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Zuhud. Anak beliau yang bernama Abdullah juga meriwayatkan dalam kitab tersebut dengan sanad dari Malik bin Dinar berkata: “Seandainya aku mendapatkan beberapa orang penolong, pasti aku akan menyeru di atas menara Basrah pada malam hari: “Neraka!! neraka!!” Kemudian beliau berkata: “Seumpama aku mendapat para penolong, pasti aku akan memberi peringatan mereka di menara dunia: wahai sekalian manusia, neraka!! neraka!!”

Keperibadian Seorang Muslim - Muslim Terhadap Tuhannya


Dr Muhammad Ali Hasyimi


Sentiasa Berhati-hati
Yang paling mula-mula dan utama yang diperlukan oleh Islam terhadap seorang muslim ialah, dia menjadi seorang yang beriman dan membenarkan Allah, dekat kepadaNya, sentiasa mengingatiNya dan bertawakal kepadaNya ketika berusaha membantu dirinya sendiri. Muslim itu harus merasai sedalam-dalamnya bahawa dia sentiasa memerlukan pertolongan dan sokongan Allah walaupun dia rasa dia boleh melakukan sesuatu perkara itu tanpa pertolongan sesiapa pun.

Muslim yang benar dan ikhlas ialah yang sentiasa berjaga-jaga dan berfikiran terbuka terhadap keindahan ciptaan Allah. Dia mengetahui bahawa Allah Yang Maha Kuasa yang mengawal semua urusan alam raya ini dan urusan seluruh makhlukNya. Dia menyedari tanda-tanda kekuasaanNya yang tidak terbatas dalam setiap aspek makhluk ciptaanNya, supaya keimanannya bertambah, dia sentiasa mengingatiNya dan bertawakal kepadaNya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (iaitu) orang-orang yang mengingati Allah sambilb erdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari seksa neraka.”(Ali Imran 3: 190 – 191)

Mentaati Semua Perintah Tuhannya
Muslim yang benar ialah yang tunduk patuh kepada perintah Allah dalam semua urusan. Dia tidak pernah melampaui batas, dan dia rela mengikuti semua arahan dan petunjuk Allah meskipun apabila perintah itu bertentangan dengan kehendak hawa nafsunya. Iman seorang muslim itu diuji sebagaimana diriwayatkan dalam hadith Rasulullah:

“Tiada seorang pun dari kamu yang benar-benar beriman sehingga nafsunya mengikuti apa yang aku bawa ini.”

Allah berfirman:

“Maka demi Tuhanmu, (mereka pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang diperselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka ssuatu keberatan terhadap putusan yang kamu beriman, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”(An-Nisa’ 4: 65)

Hal ini adalah persoalan tunduk dan patuh sepenuhnya kepada Allah dan RasulNya. Tanpa kedua-duanya itu, maka tiada iman dan tiada Islam. Oleh kerana itu, muslim yang benar ialah yang tidak menyimpang dari petunjuk Allah atau melanggar perintah-perintah RasulNya, sama ada dia ialah seorang individu biasa, pemimpin, raja atau apakah peranannya (dalam keluarga).


Bertanggungjawab Ke Atas Orang Yang Berada Di Bawah Kekuasaannya
Sekiranya ahli keluarga muslim itu enggan atau gagal melaksanakan kewajipannya terhadap Allah dan RasulNya maka dia bertanggungjawab untuk:

“Setiap kamu ialah seorang pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab ke atas orang yang dipimpinnya.”

Perasaan tanggungjawab yang dirasai oleh muslim yang benar bila ada ahli keluarganya gagal menjalankan kewajipan agama pasti akan menjadikan dia sangat terganggu. Dia tidak dapat menahan perasaan tersebut sehingga dia akan segera mencari puncanya untuk mengelakkan akibat dari perbuatan itu. Hanya orang yang lemah imannya yang sanggup berdiam diri atau tidak mahu bertanggungjawab jika terjadi perkara seumpama itu.

Menerima Qadha’ Dan Qadar Allah
Muslim yang benar sentiasa pasrah dan tunduk kepada kehendak Allah, mengingati hadith:

“Alangkah takjubnya hal kaum muslimin. Semua urusannya menjadi baik. Jika dia memperolehi kesenangan, dia akan bersyukur, dan ia menjadi baik baginya. Jika dia memperolehi kesusahan, dia bersabar dan bertahan, dan hal itu juga menjadi baik untuknya.”

Muslim yang benar yakin bahawa beriman kepada qadha’ dan qadar Allah adalah salah satu daripada rukun iman. Apa saja yang terjadi dalam kehidupannya tidak dapat dielakkan kerana telah ditakdirkan Allah. Dia menerima pahala yang besar dengan beriman kepada qadha’ dan qadar Allah, dan Allah memasukkannya dalam golongan orang-orang yang bertakwa dan berjaya.

Sebab itulah mengapa hadith di atas mengatakan bahawa semua urusan kaum muslimin itu baik belaka. Sekiranya dia diberi kesenangan, dia bersyukur kepada Tuhannya Yang Maha Pemurah, dan sekiranya dia ditimpakan kesusahan, dia bersabar dan tabah, mengikuti semua perintahNya dan menerima qadha’ dan qadar dariNya. Apa saja yang terjadi adalah baik untuk dirinya.

Bertaubat Dan Kembali KepadaNya
Kadang-kadang muslim itu mendapati dirinya tergelincir atau alpa dari jalan yang lurus, sehingga dia melakukan dosa yang tidak layak baginya sebagai hamba yang merendahkan diri dan selalu waspada, namun dia segera ingat kepada Tuhannya, lalu kembali dari dosa dan kesalahan yang telah dilakukan serta bertaubat di atas kesilapan itu:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”(Al-A’raf 7: 201)

Hati yang dipenuhi dengan rasa cinta dan takut kepada Allah tidak akan lalai. Hanya orang yang tidak mengendahkan perintah serta larangan Allah saja yang akan sesat. Hati muslim yang benar sentiasa mahu bertaubat, meminta ampun, gemar mentaatiNya dan mencari keredhaanNya.

Mengutamakan Keredhaan Allah
Muslim yang benar berusaha mendapatkan keredhaan Allah dalam segala sesuatu yang dilakukannya. Dia tidak ingin mendapatkan pujian manusia, dan sesungguhnya dia mungkin mendapat kemarahan dan kebencian dari sebahagian orang dalam usahanya untuk mendapatkan keredhaan Allah I, sebagaimana Rasulullah r bersabda:

“Sesiapa yang mencari keredhaan Allah di atas kebencian manusia, Allah akan menjaganya dan melindunginya dari mereka. Akan tetapi sesiapa yang mencari keredhaan manusia di atas kemurkaan Allah, Allah akan membiarkannya di tangan manusia.”

Muslim yang benar sentiasa beramal dengan perkara yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsunya untuk mendapatkan keredhaan Allah. Dia akan mempertahankan sifat-sifat baik dan membuang sifat-sifat buruk dalam dirinya bersesuaian dengan yang dikehendaki oleh syariat. Dengan demikian muslim itu memiliki keperibadian sempurna sehingga jelas baginya jalan yang lurus dan benar. Dia akan mengelakkan diri dari terjerumus ke lembah yang bertentangan, seperti mentaati perintah Allah dalam masalah yang ini tetapi menderhakaiNya dalam masalah yang lain pula, atau dia menganggap sesuatu itu halal pada tahun ini tetapi menganggap haram pula pada tahun berikutnya. Sesungguhnya tiada ruang bagi sifat-sifat yang berlawanan itu dalam diri seseorang muslim selagi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang benar tetap dipertahankan.

Kita kerap dapati orang yang tidak pernah meninggalkan solat berjamaah di masjid, tetapi bila berurusan dalam soal jual beli, mereka terlibat dengan unsure riba’, atau bila berada di rumah, di jalan, di sekolah atau di kawasan kejiranan, jelas sekali mereka tidak mengamalkan hokum-hukum Allah pada diri mereka, pada diri isteri-isteri mereka, anak-anak atau orang-orang yang ada di bawah kuasa mereka. Orang-orang ini sebenarnya tidak faham dengan hakikat Islam, agama suci ini bahawa dalam semua urusan membimbing kaum muslimin ke arah matlamat yang sangat utama, iaitu mendapatkan keredhaan Allah. Matlamat yang sangat penting ini membawa muslim untuk mengukur semua amal perbuatannya agar bersesuaian dengan kehendak Allah. Dengan demikian orang-orang yang hanya menerima sebahagian dan menolak sebahagian tuntutan ini tampil sebagai ‘separuh Islam; hanya Islam pada nama saja. Dua personaliti dalam satu tubuh (split personaliti) yang kini sedang berleluasa adalah sangat bahaya bagi umat Islam.

Sentiasa Melaksanakan Kewajipan Dan Amal Kebajikan Yang Dituntut Islam
Muslim yang ikhlas dan benar sentiasa mengerjakan semua perintah dan kewajipan serta mentaati rukun-rukun Islam dengan sungguh-sungguh. Dia tidak cuai, tidak pula mengerjakannya separuh hati, atau mencari-cari alasan untuk tidak mengerjakannya. Maka dia mendirikan solat lima waktu sehari semalam kerana solat yang wajib ini adalah tiang agama – sesiapa yang mengerjakan solat maka dia menegakkan agamanya dan sesiapa yang meninggalkan solat maka dia merobohkan agamanya.

Solat adalah amal terbaik, sebagaimana dijelaskan dalam hadith riwayat Ibnu Mas’ud, katanya:

“Aku bertanya Rasulullah r: “Ya Rasulullah, apakah amal yang paling dicintai Allah?” Baginda menjawab: “Solat tepat pada waktunya.” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa?” Baginda menjawab: “Berbakti kepada ibu bapa.” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa?” Baginda menjawab: “Berjihad di jalan Allah.”

Solat adalah sangat penting kerana ia hubungan langsung di antara hamba dengan Tuhannya, di mana apabila dia selalu jauh dari Tuhannya dengan urusan dunianya, maka dia memfokuskan diri ketika beribadah kepadaNya, dengan meminta pertolongan, petunjuk dan perlindungan agar sentiasa berada di atas jalanNya yang lurus. Maka tidak hairanlah jika solat dianggap sebagai amalan terbaik, kerana ia adalah sumber di mana hamba itu dapat menambahkan ketakwaannya dan mensucikan dirinya dari dosa-dosa yang telah dilakukannya. Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah r bersabda:

“Apa pendapat kamu jika ada sebuah sungai mengalir di pintu setiap dari kamu, lalu dia mandi di dalamnya lima kali sehari, adakah akan ada kekotoran lagi pada dirinya?” Mereka menjawab: “Tidak ada lagi kekotoran itu pada dirinya, ya Rasulullah.” Baginda berkata: “Ia sama seperti kamu solat lima kali sehari, di mana melaluinya Allah menghapuskan dosa-dosa kamu.”

Jabir berkata: Rasulullah bersabda:

“Solat lima kali sehari adalah seumpama sungai yang mengalir di pintu setiap dari kamu, lalu kamu mandi lima kali sehari semalam.”

Ibnu Mas’ud berkata:

“Seorang lelaki mencium seorang wanita, kemudian dia mendapatkan Nabi dan menceritakan apa yang telah berlaku. Kemudian Allah menurunkan ayat:

“Dan dirikanlah solat itu pada keduda tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk..”(Hud 11: 114)

Lelaki itu berkata, “Adakah ia mengenai aku?” Nabi r bersabda: “Ia mengenai semua umatku.”

Abu Hurairah berkata bahawa Rasulullah bersabda:

“Solat lima kali sehari semalam, dari Jumaat ke Jumaat menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan dalam masa itu selagi tidak melakukan dosa-dosa besar.”10
Uthman bin Affan t berkata: Aku mendengar Rasulullah r bersabda:
“Sesungguhnya tidak ada seorang muslim yang apabila waktu solat telah tiba, lalu dia berwudhuk dengan sempurna, kemudian khusyu’ dalam solat dengan rukuk dan sujud yang sempurna, kecuali solat itu akan menghapuskan dosa-dosanya yang telah dilakukan, selagi tidak melakukan dosa-dosa besar, sehingga hari kiamat.”11
Hadith-hadith dan riwayat yang menceritakan keutamaan solat serta pahala yang diperolehi dengan mengerjakannya sangat banyak dan tidak dapat dihadirkan dalam buku ini kesemuanya.

Melaksanakan Solat Berjamaah
Muslim yang baik cuba sedaya upaya untuk solat berjamaah di masjid walau di mana saja dia berada, kerana Rasulullah bersabda:

“Solat berjamaah itu dua puluh tujuh kali lebih baik daripada solat yang dilaksanakan bersendirian.”

Rasulullah juga bersabda:

“Jika seorang muslim itu berwudhuk dengan sempurna, kemudian keluar dengan berniat untuk solat di masjid, maka setiap langkah yang diambilnya, akan ditinggikan kedudukannya dalam syurga dengan satu tingkatan, dan dihapus dosa-dosanya. Bila dia solat, malaikat sentiasa mendoakannya: ‘Ya Allah, rahmatilah dia, kasihanilah dia’ selagi dia tetap di tempat solatnya dan wudhuknya masih ada. Dia dikira sedang solat sepanjang menanti waktu solat tiba.”

Rasulullah menjanjikan syurga kepada orang yang suka solat berjamaah di masjid pada waktu pagi dan malam. Baginda bersabda:

“Allah akan menyediakan sebuah tempat di syurga untuk orang yang pergi ke masjid di waktu pagi atau malam, setiap kali dia pergi ke masjid.”

Para sahabat selalu menghadiri solat berjamaah di masjid, mengenai hal ini Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Sesiapa ingin bertemu Allah sebagai seorang muslim, maka hendaklah dia tetap pergi ke masjid bila sampai waktu solat. Allah telah menunjukkan jalan yang lurus kepada Nabimu, dan solat ini (di masjid) adalah sebahagian daripadanya. Sekiranya kamu solat di rumah-rumah kamu seperti orang ini yang solat di rumahnya, maka kamu telah meninggalkan sunnah Nabimu, dan jika kamu telah meninggalkan sunnah Nabimu, maka kamu telah sesat. Telah ada masa apabila hanya orang munafik yang solat di rumahnya. Pada masa itu, seorang lelaki dipimpin oleh dua orang sehingga dia berdiri dalam saf.”(Muslim

Rasulullah sangat memberi perhatian terhadap pentingnya solat berjamaah di masjid sehingga baginda mahu membakar rumah-rumah mereka yang enggan ke masjid.

“Demi Dia yang jiwaku di dalam genggamanNya, aku ingin menyuruh supaya dikumpulkan kayu api dan dibawa kepadaku, lalu aku menyuruh supaya azan, kemudian aku menyuruh seseorang menjadi imam, maka aku pergi ke rumah orang-orang yang enggan datang berjamaah lalu aku bakar rumah-rumah mereka.”

Maka tidak hairanlah, kita dapati Sa’id bin Al-Musayyab selama tiga puluh tahun tidak pernah melihat belakang orang lain dalam masjid, kerana beliau sentiasa berada di saf yang pertama sebelum azan dikumandangkan. Ada banyak lagi contoh-contoh seperti ini dalam sejarah Islam.

Para sahabat tidak pernah menjadikan jauhnya tempat tinggal mereka sebagai alasan untuk tidak berjamaah di masjid. Mereka tetap datang apabila mendengar azan, tidak kira berapa jauhnya rumah mereka dari masjid. Solat berjamaah sangat disukai mereka sehingga mereka gembira dengan jarak jauh di antara rumah mereka dengan masjid yang terdekat, kerana hal itu dicatit sebagai amalan yang memberi ganjaran pahala yang besar. Ubay bin Ka’ab berkata:

“Seorang lelaki Ansar yang rumahnya agak jauh dari masjid berbanding rumah orang lain yang aku tahu, tetapi dia tidak pernah tertinggal solat berjamaah. Seseorang bertanya kepadanya: “Mengapa kamu tidak membeli keledai untuk ditunggangi bila malam atau ketika cuaca sangat panas?” Dia menjawab: “Aku tidak suka rumahku bersebelahan dengan masjid, kerana aku mahu berjalan kaki semasa pergi dan pulang agar dicatit sebagai amal perbuatan yang mulia.” Rasulullah bersabda: “Allah telah memberi pahala kepada kamu untuk hal itu.”(Muslim)

Rasulullah menasihati para sahabat yang rumah-rumah mereka jauh dari masjid supaya jangan berpindah ke tempat yang lebih dekat dengan masjid. Baginda menjamin mereka bahawa perjalanan mereka ke masjid akan dicatit sebagai amal perbuatan yang mendapat ganjaran pahala. Jabir berkata:

“Beberapa kawasan di sekeliling masjid telah menjadi kosong, maka Bani Salamah mahu berpindah ke sana. Bila Nabi mendengar tentang hal itu, baginda memberitahu mereka, “Aku telah mendengar bahawa kamu ingin berpindah ke sebelah masjid.” Mereka berkata, “Ya, ya Rasulullah, itulah yang ingin kami lakukan.” Baginda berkata, “Hai Bani Salamah, tinggallah di mana kamu tinggal sekarang, supaya perjalanan kamu untuk sampai ke masjid dicatit sebagai amal perbuatan yang mendapat pahala.” Mereka berkata, “Kami tidak akan berpindah.”
(Muslim)18

Abu Musa berkata: Rasulullah bersabda:

“Orang yang paling banyak mendapat ganjaran pahala untuk solatnya ialah yang datang dari tempat yang paling jauh, dan orang yang menunggu sampai waktu untuk solat bersama imam akan mendapat pahala lebih daripada yang sedang solat, kemudian pergi tidur.”(Bukhari dan Muslim)

Dalam beberapa hadith, orang-orang mukmin digalakkan agar berjamaah solat subuh dan Isyak di masjid. Rasulullah menjelaskan bahawa pahala yang besar untuk mereka yang berjamaah subuh dan Isyak di masjid. Cukuplah kita petik dua hadith mengenai hal ini:

1.Uthman bin Affan berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:
“Sesiapa solat Isyak berjamaah di masjid, seolah-olah dia solat separuh malam, dan sesiapa solat subuh berjamaah di masjid, seolah-olah dia telah solat sepanjang malam.” (Muslim)

2.Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
“Tidak ada solat yang lebih membebankan orang munafik selain dari solat subuh dan Isyak.” Sekiranya mereka tahu (kelebihan dan pahalanya), pasti mereka akan merangkak untuk mengerjakannya.”
(Bukhari dan Muslim)

Muslim yang baik yang ingin mendapatkan kejayaan di akhirat pasti tidak keberatan melaksanakan sebanyak mungkin solat sunat, sama ada malam atau pun siang, kerana banyak mengerjakan solat sunat akan mendekatkan diri seorang hamba kepada Tuhannya, dan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang menerima pertolongan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadith qudsi berikut:
“…HambaKu terus mendekat kepadaKu dengan mengerjakan perkara-perkara yang sunat sehingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, maka Aku mendengar dengan telinganya, Aku melihat dengan matanya, Aku memukul dengan tangannya, dan Aku berjalan dengan kakinya. Jika dia meminta, Aku akan mengabulkannya; dan jika meminta perlindungan, maka Aku akan melindunginya.”
(Bukhari)

Disebabkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya, maka orang itu akan dicintai oleh penduduk bumi dan langit, sebagaimana dijelaskan dalam hadith riwayat Abu Hurairah, di mana Rasulullah r bersabda:

“Bila Allah mencintai salah seorang dari hamba-hambaNya, Dia menyeru Jibril, firmanNya: “Aku mencintai si fulan dan si fulan, maka cintailah dia.” Kemudian Jibril mencintai orang itu, lalu diumumkan ke seluruh penduduk langit: “Allah mencintai si fulan dan si fulan, maka cintailah dia.” Maka penduduk langit mencintainya, dan dia akan diterima oleh penduduk bumi juga. Sekiranya Allah membenci salah seorang dari hamba-hambaNya, Dia menyeru Jibril, firmanNya: “Aku benci si fulan dan si fulan, maka bencilah dia.” Maka Jibril akan membencinya, kemudian diumumkan ke seluruh penduduk langit, “Allah membenci si fulan dan si fulan, maka bencilah dia.” Maka penduduk langit akan membencinya, lalu dia juga dimusuhi oleh penduduk bumi.”
(Muslim)

Rasulullah selalu berjaga malam untuk solat, baginda berdiri sehingga kakinya bengkak. Aisyah z bertanya kepada baginda:
“Ya Rasulullah, mengapa engkau lakukan itu padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Baginda menjawab: “Apakah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur?”
(Bukhari dan Muslim)

Muslim yang benar cuba mengerjakan semua solatnya dengan sempurna, bukan sekadar berdiri, sujud, rukuk, duduk dan lain-lain lagi – sedangkan hati kosong dan fikiran menerawang.

Bila dia telah menyempurnakan solat, maka muslim itu tergesa-gesa bangun untuk memburu kehidupan dunianya. Sebaliknya, dia akan duduk beristighfar, memujiNya dengan cara yang dianjurkan oleh sunnah. Kemudian dia bertaubat, tunduk kepada Allah Yang Maha Kuasa, memohon petunjuk, bimbingan dan kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan itu, solat yang dikerjakan itu dapat memainkan peranan mensucikan hati dan jiwanya. Atas sebab inilah Rasulullah r bersabda:

“Solat ialah sumber kepuasanku.”

Orang yang bersolat dengan hati ikhlas dan rendah diri berada dalam jagaan dan perlindungan Allah, supaya mereka tidak takut bila bahaya menimpa, dan mereka juga tidak sekali-kali kedekut atau lupa diri bila kebaikan datang kepada mereka:

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kedekut, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kedekut, kecuali orang-orang yang mengerjakan solat..”
(Al-Ma’arij 70: 19 – 22)

Muslim yang sebenar juga membayar zakat sekiranya telah mampu. Dia bersegera mengeluarkan zakat menurut yang digariskan oleh syariat dengan hati yang ikhlas. Meskipun dia harus membayar ribuan atau jutaan ringgit untuk zakat, dia tidak pernah mencari-cari alasan untuk mengelaknya. Ini kerana zakat adalah kewajipan yang telah jelas, yang juga termasuk ibadah. Muslim yang jujur tidak mampu mengabaikan kewajipan ini, sebagaimana telah digariskan oleh syari’ah. Muslim yang keberatan membayarnya adalah termasuk yang kurang ilmu agama serta memiliki sikap tamak dan suka putar belit. Cukuplah dinyatakan bahawa agama membenarkan kita memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat, bahkan boleh membunuhnya. Ucapan Abu Bakar berkaitan golongan murtad20 bergema sehingga ke zaman kita ini, mengingatkan kita tentang hubungan yang telah dinyatakan oleh Islam di antara urusan ‘dunia’ dan ‘agama’: “Sesungguhnya aku akan memerangi sesiapa yang memisahkan solat dari zakat.” Perisytiharan Abu Bakar tersebut menandakan beliau mempunyai pemahaman yang baik terhadap agama suci ini, dan hubungan yang rapat antara solat dengan zakat, kerana beliau telah melihat sendiri ayat-ayat al-Qur’an diturunkan menekankan tentang hubungan tersebut:

“… orang-orang yang beriman, yang mendirikan solat dan menunaikan zakat..”
(Al-Ma’idah 5: 55)

“Dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
(Al-Baqarah 2: 43)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, menerjakan amal solat, menirikan solat dan menunaikan zakat…”(Al-Baqarah 2: 277)

Muslim yang baik berpuasa di bulan Ramadhan dengan niat ikhlas untuk mendapatkan pahala, dan dengan hati yang penuh takwa:
“Sesiapa berpuasa di bulan Ramadhan kerana iman dan mengharapkan pahala, akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Bukhari dan Muslim)

Dia tahu bahawa kewajipan berpuasa itu termasuk menjaga lidah, menjaga mata dan semua deria yang dimilikinya untuk menghalangnya dari dosa dan kesalahan yang boleh membatalkan puasa dan pahalanya:

“Bila salah seorang dari kamu berpuasa, maka dia tidak boleh bercakap kotor atau berteriak kerana marah. Maka jika seseorang menghasutnya atau bertengkar dengannya, katakanlah, “Aku sedang berpuasa.”
(Bukhari dan Muslim)

Rasulullah bersabda:
“Sesiapa tidak meninggalkan sumpah palsu dan perbuatan jahat, maka Allah tidak memerlukan dia apabila dia meninggalkan makan dan minumnya.”
(Bukhari)

Muslim yang berpuasa secara terus menerus sedar bahawa bulan Ramadhan tidak serupa dengan bulan-bulan lain: kerana ia adalah bulan Allah, dan bulan yang dipenuhi dengan pahala dari Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, lebih besar dan berlimpah ruah yang tidak terbayang di ruang mata kita:

“Pahala untuk setiap amal perbuatan baik yang dilakukan oleh Bani Adam akan digandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah berfirman: “Kecuali untuk puasa, kerana puasa itu untukKu, dan Aku akan memberi ganjaran untuknya kerana hambaKu tidak makan dan minum untuk mendapatkan keredhaanKu.” Ada dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa, iaitu ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Tuhannya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih disukai Allah dari bau kasturi.”
(Muslim)

Maka muslim yang bijak akan memberi perhatian untuk melakukan yang terbaik di sepanjang bulan Ramadhan. Dia menghabiskan waktu siang dengan berpuasa, solat, membaca al-Qur’an, zikir dan lain-lain lagi, dan menghabiskan waktu malam pula dengan solat tahajjud dan berdoa.

“Sesiapa menghabiskan waktu malam dengan solat di bulan Ramadhan kerana iman dan mengharapkan pahala, akan diampunkan semua dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Bukhari dan Muslim)

Rasulullah r telah berusaha untuk mengerjakan amal perbuatan yang lebih dari biasa sepanjang bulan mulia itu daripada di bulan-bulan yang lain, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Aisyah berkata:

“Rasulullah beribadah lebih dari biasa pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari terakhir daripada di bulan-bulan yang lain.”
(Muslim)

Aisyah juga berkata:
“Apabila sepuluh hari terakhir Ramadhan telah bermula, Rasulullah r berjaga sepanjang malam, mengejutkan ahli keluarganya dan beribadah lebih dari biasa, sehingga menjauhkan diri dari hubungan suami isteri.”
(Bukhari dan Muslim)

Rasulullah menyuruh kaum muslimin untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar dan menggalakkan mereka berjaga malam untuk solat:

“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan.”
(Bukhari dan Muslim)

“Carilah Lailatul Qadar pada hari-hari yang ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan.”
(Bukhari)

“Sesiapa menghabiskan malam Lailatul Qadar dengan solat dan beribadah kerana iman dan mengharapkan pahala, maka semua dosa-dosanya yang telah lalu diampunkan.”
(Bukhari dan Muslim)

Maka bulan yang penuh berkah ini adalah masa yang dihabiskan semata-mata untuk beribadah. Muslim yang mempunyai fikiran serius tidak ada masa untuk berbual dan perkara sia-sia pada waktu malam. Dia tidak harus berada di kalangan orang-orang yang apabila malam hingga waktu fajar tiba, mereka makan lalu tidur nyenyak sehingga bahkan sehingga terlepas solat subuh.

Muslim yang benar-benar memahami agamanya tidak akan berjaga hingga lewat malam selepas pulang dari solat terawih di masjid, kerana dia tahu hanya tinggal beberapa jam saja lagi untuk dia bangun dan qiyamulail serta makan sahur sebelum dia ke masjid untuk menunaikan solat subuh.
Rasulullah r memerintahkan umat Islam agar makan sahur, kerana terdapat kebaikan padanya. Baginda bersabda:

“Bersahurlah, kerana dalam sahur itu ada keberkatan.”
(Bukhari dan Muslim)

Hal ini kerana bangun untuk sahur mengingatkan seseorang itu agar solat qiyamullail dan memberi motivasi bagi dirinya untuk solat subuh berjamaah di masjid, sebagai tambahan kepada fakta bahawa ia menolong manusia untuk berpuasa dan bahawa itu adalah sunnah Rasul yang diajarkan baginda kepada para sahabat.
Zaid bin Thabit berkata:

“Kami makan sahur bersama Rasulullah, kemudian kami bangun untuk solat.” Seseorang bertanya, “Berapa banyak masa yang ada di antara keduanya?” Dia berkata, “Lima puluh ayat (iaitu sama masanya dengan membaca lima puluh ayat).”
(Bukhari dan Muslim)

Muslim yang soleh tidak akan keberatan mengerjakan puasa sunat selain di bulan Ramadhan, seperti pada hari Arafah, dan pada sembilan dan sepuluh Muharam. Berpuasa pada hari-hari termasuk termasuk amal perbuatan yang dapat menghapuskan dosa, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Abu Qatadah berkata:

“Rasulullah ditanya tentang puasa pada hari Arafah, baginda bersabda: “Ia menghapuskan dosa-dosa pada tahun lepas dan tahun ini.”
(Muslim)

Ibnu Abbas berkata:
“Rasulullah berpuasa pada hari Asyura (sepuluh Muharram) dan menyuruh orang-orang supaya berpuasa pada hari itu.”
(Bukhari dan Muslim)

Abu Qatadah berkata:
“Rasulullah ditanya tentang berpuasa pada hari Asyura, baginda bersabda: “Ia menghapuskan dosa-dosa pada tahun lepas.”
(Muslim)

Ibnu Abbas meriwayatkan bahawa Rasulullah r bersabda:
“Sekiranya aku masih hidup tahun hadapan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Muharram).”
(Muslim)

Berpuasa enam hari pada bulan Syawal juga digalakkan, sebagaimana sabda Rasulullah :

“Sesiapa berpuasa Ramadhan, kemudian berpuasa enam hari pada bulan Syawal, seolah-olah dia telah berpuasa seumur hidupnya.”
(Muslim)

Juga digalakkan berpuasa tiga hari setiap bulan, di mana Abu Hurairah berkata:
“Kawan baikku (Rasulullah) menasihatiku agar melakukan tiga perkara: berpuasa tiga hari setiap bulan, solat dua rakaat waktu dhuha dan jangan tidur sehingga aku solat witir terlebih dulu.”
(Bukhari dan Muslim)

Abu Darda’ berkata:
“Teman tercintaku (Rasulullah) menasihatiku agar melakukan tiga perkara yang aku tidak akan meninggalkannya selagi aku masih hidup, iaitu: berpuasa tiga hari setiap bulan, solat sunat dhuha dan jangan tidur sebelum aku solat witir.”
(Muslim)

Abdullah bin Amr bin Al-’As meriwayatkan bahawa Rasulullah bersabda:
“Berpuasa tiga hari setiap bulan seperti berpuasa sepanjang hayat.”
(Bukhari dan Muslim)

Sesetengah riwayat menerangkan hari-hari ini sebagai hari yang ke tiga belas, ke empat belas dan kelima belas setiap bulan, yang dipanggil al ayyaam al biid (hari-hari putih); sebahagian riwayat lagi menyatakan bahawa Rasulullah biasa berpuasa pada tiga hari yang tidak tertentu setiap bulan. Mu’adzah Al-’Adawiyah berkata:

“Aku bertanya Aisyah, ‘Adakah Rasulullah berpuasa tiga hari setiap bulan?’ Dia berkata, ‘Ya.’ Aku bertanya lagi, ‘Di hari apa baginda berpuasa?’ Dia menjawab, ‘Dia tidak kisah hari apa pun.’”
(Muslim)